Demokrasi di Indonesia belum bisa mengantarkan suatu iklim pemerintahan yang kondusif untuk menjadikan negara kita sejahtera. PEMILU tahun 2009 dengan sistem suara terbanyak untuk anggota dewan semakin memperparah penggunaan uang.
Faktor penyebabnya :
- Ekonomi masyarakat yang masih rendah alias belum mapan, sehingga dalam pemilu standar yang digunakan adalah atas dasar logika ekonomi, siapa yang mau memberi uang terbanyak ketika akan mencontreng itulah yang akan dipilih.
- budaya ewuh-pakewuh alias sungkan(tidak enak) ketika sudah diberi sesuatu (terutama uang) kalo tidak memilih yang memberi
- kesadaran politik yang masih rendah, masyarakat tidak memikirkan dampak lebih jauh terhadap negara akibat pilihan instan tersebut.
Akibatnya :
- Anggota Dewan yang terpilih sebagian besar adalah orang-orang yang sudah mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar sehingga mereka harus cari kembalian modal.
- Munculnya primordialisme di daerah akibat balas budi dari pimpinan daerah yang terpilih dalam PILKADA dengan menunjuk dan mengangkat 'tim suksesnya'
- Masyarakat semakin apatis terhadap PEMILU yang diadakan karena menganggap semua calon sama buruknya dan berjuang hanya untuk kepentingannya sendiri.
Sungguh ironi pesta demokrasi seperti PEMILU dan PILKADA yang menghabiskan dana Milyaran bahkan Trilyunan rupiah tidak bisa menghasilkan sistem pemerintahan yang baik. Nagara kita sudah jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Singapura, Thailand bahkan Malaysia yang sering menganiaya negeri ini dengan tingkah polahnya.
Pemilihan Kepala Daerah seperti Gubernur dan Bupati sebaiknya tidak dilakukan langsung namun cukup ditunjuk langsung oleh Pemerintah pusat karena sangat rawan konflik dan hakekatnya mereka adalah kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar